CelahkotaNEWS.com – Kabar soal harga RAM naik kembali ramai dibicarakan. Komponen yang dulu sempat dijual dengan harga ramah kantong kini justru melonjak tajam, bahkan di beberapa tipe kenaikannya terasa tak masuk akal.
Kondisi ini bukan hanya dirasakan pengguna PC rakitan, tetapi juga berdampak ke laptop, ponsel, hingga konsol gim. Banyak calon pembeli akhirnya menunda upgrade, sementara sebagian lain terpaksa menurunkan spesifikasi perangkat impiannya.
Muncul pertanyaan, apa biang kerok di balik lonjakan harga RAM? Apakah ini sekadar siklus pasar, atau ada faktor struktural yang membuat harga sulit turun dalam waktu dekat?
Untuk menjawabnya, perlu melihat situasi industri memori global secara lebih utuh, dari pabrik chip hingga kebutuhan teknologi mutakhir yang terus melonjak.
Penyebab Harga RAM Naik
Lonjakan harga RAM tidak muncul dari satu sebab tunggal. Berikut deretan faktor yang membuat komponen perangkat keras ini menjadi langka.
1. Produksi DRAM Sempat Ditekan
Beberapa waktu lalu, produsen memori dunia memangkas produksi DRAM karena harga pasar terjun bebas. Langkah ini diambil untuk menekan kerugian. Masalah muncul ketika permintaan kembali menggeliat lebih cepat dari perkiraan.
Stok belum sepenuhnya pulih, sementara kebutuhan sudah melonjak. Ketimpangan antara pasokan dan permintaan inilah yang menjadi pemantik awal kenaikan harga.
2. Ledakan Kebutuhan dari AI dan Data Center
Industri kecerdasan buatan menjadi “penyedot” RAM terbesar saat ini. Pusat data AI membutuhkan memori dalam jumlah masif dan dengan performa tinggi.
Satu fasilitas data center bisa menghabiskan RAM setara jutaan laptop konsumen. Akibatnya, porsi produksi dialihkan untuk server dan komputasi skala besar, membuat pasar konsumen harus berebut sisa pasokan.
3. Fokus Produsen Beralih ke Segmen Premium
Produsen memori cenderung mengejar segmen dengan margin keuntungan lebih besar. RAM untuk server dan AI menawarkan keuntungan jauh lebih tinggi dibanding RAM konsumen.
Dampaknya, produksi RAM desktop dan laptop tidak lagi menjadi prioritas utama. Beberapa merek bahkan mulai menarik diri dari pasar RAM konsumen.
4. Transisi dari DDR4 ke DDR5
Industri memori sedang berada di fase peralihan teknologi. DDR5 makin banyak digunakan pada platform baru, sementara DDR4 mulai dikurangi produksinya.
Situasi ini membuat dua jenis RAM sama-sama rentan naik harga. DDR5 bisa naik karena permintaan tinggi, sedangkan kenaikan harga DDR4 bisa terjadi karena stok makin terbatas.
5. Efek Domino Global dan Logistik
Biaya bahan baku, distribusi lintas negara, serta nilai tukar mata uang turut memengaruhi harga akhir. Negara seperti Indonesia yang sepenuhnya bergantung pada impor akan langsung merasakan dampak ketika harga global bergerak naik.
Apakah Ini Saatnya Membeli RAM?
Keputusan membeli RAM di tengah harga tinggi sangat bergantung pada kebutuhan masing-masing pengguna.
Jika kebutuhan mendesak, seperti untuk kerja atau penggantian komponen rusak, membeli sekarang masih masuk akal. Menunggu terlalu lama berisiko mengganggu produktivitas.
Sementara jika hanya untuk upgrade performa ringan, Anda masih bisa menunda pembelian. Harga diperkirakan tidak turun drastis dalam waktu dekat, tetapi promo tertentu masih mungkin muncul.
Produsen Saphire Minta Konsumen Tidak Panic Buying
Di sisi lain, muncul secercah harapan dari industri hardware. Edward Crisler, PR Manager dari Sapphire produsen kartu grafis ternama memberikan pesan optimis bagi komunitas PC gaming dan perakit komputer. Meskipun Sapphire fokus pada GPU, mereka tetap memperhatikan dinamika pasar memori yang kini bergejolak.
Crisler menyarankan konsumen untuk tidak terjebak dalam panic buying yang justru memperburuk situasi. Ia meyakini kondisi krisis memori saat ini hanya fase sementara yang lebih banyak dipicu oleh ketakutan psikologis konsumen ketimbang kelangkaan riil. Menurutnya, harga akan mulai stabil dalam kurun waktu 6 hingga 8 bulan ke depan.
“Kita harus menghentikan kepanikan ini. Jangan membeli hanya karena merasa harus membeli. Simpan uangmu, santai saja, dan nikmatilah perangkat yang kamu miliki saat ini,” tegas Crisler.
Ia membandingkan situasi DRAM saat ini dengan masa sulit pada era boom kripto, di mana komunitas gamer terbukti mampu beradaptasi meski menghadapi harga GPU yang melambung dan kelangkaan stok ekstrem.
Ryan Firstanto dari Enter Komputer menyebutkan stok di Indonesia masih relatif aman meski harga sudah melonjak.
“Permintaan konsumen masih bisa dipenuhi, meski sesekali ada kelangkaan atau beberapa tipe tidak tersedia,” katanya.
Namun Denny Sumarlin melihat ada tanda-tanda penipisan stok RAM untuk segmen konsumen yang mulai berdampak pada pasar PC domestik.
Ruang gerak distributor memang terbatas. Mereka hanya bisa melakukan forecast permintaan ke vendor chip agar suplai tetap terjaga.







