oleh

Siasati Investasi Ketika Ekonomi Diserang Virus Corona

Jakarta – Penyebaran Virus corona terus menjadi perhatian semua pihak, tanpa terkecuali pelaku pasar lokal dan asing. Bukan apa-apa, wabah itu dikhawatirkan akan menginfeksi ekonomi global termasuk domestik.

Sektor pariwisata di dunia merosot karena banyak negara yang melarang penerbangan dari dan ke China demi meminimalisir penyebaran virus corona. Sektor perdagangan hingga keuangan juga ikut terkena imbas dari wabah tersebut.

Karena dampak tersebut, Dana Moneter Internasional (IMF) pesimistis realisasi pertumbuhan ekonomi global tahun ini mencapai target yang ditetapkan sebesar 2,9 persen. Lembaga itu meramalkan virus corona mempengaruhi ekonomi dunia sekitar 0,1 persen-0,2 persen.

Tak ayal, keraguan IMF tersebut membuat pasar saham rontok  belakangan ini. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sejak awal tahun hingga perdagangan 27 Februari 2020 atau year to date (ytd) terkoreksi sebesar 10,92 persen.

Kalau sudah begini, masyarakat harus lebih hati-hati dalam menginvestasikan dana mereka. Salah-salah bukan untung yang didapat, tapi buntung.

Perencana Keuangan OneShildt Financial Planning Budi Rahardjo mengatakan di tengah kondisi tersebut masyarakat memang sebaiknya menjauhi pasar saham. Pasalnya, kondisi ekonomi sedang diliputi ketidakpastian. Langkah tersebut perlu dilakukan karena investasi saham berisiko tinggi.

“Saham bergerak sangat fluktuatif. Pergerakannya bisa naik dan turun hingga 20 persen dalam jangka pendek,” ujar Budi kepada CNNIndonesia.com, Jumat (28/2).

Budi menyarankan agar masyarakat mendiversifikasi investasi mereka ke instrumen berisiko rendah, seperti emas, obligasi, dan deposito. Emas ia sarankan karena sejak dulu memang sudah terkenal sebagai investasi yang lebih aman ketimbang instrumen lainnya.

Setiap ekonomi lesu, emas selalu menjadi pelarian pasar untuk berinvestasi.

“Emas selalu berbanding terbalik dengan saham. Setiap saham turun, emas naik,” kata Budi.

Budi benar. Di tengah penurunan kinerja IHSG belakangan ini, harga emas belakangan justru kian berkilau. Mengutip laman resmi PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, harga emas pada perdagangan 27 Februari 2020 sudah tembus ke level Rp813 ribu per gram.

Padahal, pada 2 Januari 2020 harganya masih di level Rp762 ribu per gram. Artinya, masyarakat untung sekitar 6,69 persen jika berinvestasi emas sejak awal tahun. Tingkat keuntungannya memang satu digit, tapi setidaknya masyarakat tak merugi.

“Potensi keuntungan tidak sebesar aset berisiko, tapi keuntungannya lebih pasti,” imbuh Budi.

Selain emas, masyarakat katanya, juga bisa mengalihkan investasi mereka ke deposito. Memang, Budi menyatakan deposito menawarkan keuntungan kecil.

Tapi keuntungan yang ditawarkan deposito lebih pasti. Mengutip salah satu data perbankan nasional, bunga deposito untuk dana kurang dari Rp2 miliar dengan tenor satu bulan, tiga bulan, enam bulan, dan 12 bulan mendapatkan bunga 4,5 persen per tahun.

Kemudian, deposito lebih dari Rp2 miliar tapi kurang dari Rp5 miliar akan mendapatkan bunga sebesar Rp4,5 persen per tahun untuk tenor satu bulan, dua bulan, dan tiga bulan. Sementara, tenor 12 bulan dapat bunga 4,75 persen per tahun.


“Biasanya untuk yang menghindari risiko, deposito jadi pilihan karena keuntungannya pasti,” terang Budi.

Selain itu, obligasi juga bisa menjadi alternatif dalam berinvestasi ketika ekonomi sedang lesu. Harga obligasi umumnya meningkat jika ada sentimen negatif di pasar.

“Nah obligasi ini kan bisa dijual meski belum jatuh tempo. Jadi pemilik obligasi sebelumnya bisa menjual obligasi dengan harga yang lebih tinggi dari sebelumnya,” ujar Budi.

Namun, tingkat imbal hasil obligasi akan berbanding terbalik dengan harga. Jika harga menguat, maka imbal hasil obligasi akan turun.

“Tapi penurunan imbal hasil tidak menjadi soal karena penurunan tipis dan kalau sudah mendekati jatuh tempo akan kembali seperti semula,” jelas Budi.

Sementara itu, Perencana Keuangan Zelts Consulting Ahmad Ghozali mengatakan pemindahan dana dari investasi berisiko tinggi ke risiko yang lebih rendah bukan untuk mencari keuntungan. Langkah tersebut perlu dilakukan demi membatasi kerugian.

“Memindahkan dana dari investasi berisiko tinggi ke safe haven tujuannya bukan untuk menarik keuntungan, karena sulit memperkirakan berapa imbal hasilnya di tengah ketidakpastian seperti ini,” terang Ahmad.

Sama seperti Budi, ia juga menyarankan masyarakat berinvestasi ke produk yang lebih aman, seperti obligasi dan emas saat ekonomi sedang tak pasti. Kedua instrumen itu dianggap lebih stabil atau tak terlalu berfluktuasi seperti saham.

Kendati begitu, bukan berarti saat ini investasi saham menjadi ‘haram’ . Menurut Ahmad, masyarakat yang lebih agresif bisa tetap bertransaksi saham jika berani menghadapi risiko.

Apalagi, saham kini sedang murah-murahnya. Tingkat risikonya memang tinggi, tapi tetap bisa untung jika masyarakat jeli melihat pergerakan bursa saham.

“Ada peluang juga di pasar saham saat terjadi koreksi besar-besaran. Misalnya saham incaran yang secara fundamental baik, ikut turun harganya sehingga ada kesempatan untuk membeli di harga rendah,” kata Ahmad.

Hanya saja, Ahmad mengingatkan pelaku pasar untuk benar-benar waspada dengan terus memantau perkembangan virus corona dan isu lainnya. Dengan demikian, investor tetap bisa meraih cuan dari pasar saham.(agt/cnn/ckn)

sumber :cnnindonesia.com

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.