Pilkada Kota Dumai,Bukan Akhir Dari Segalanya

th(28)_edit

“Hai….ngah Apolagi….? Biseng Ajo Pilkada Kota Dumai Tu..,Kawan – Kawan Nak Cari Muko…Agaknyo.”(Bahasa Melayu Dumai)

Celahkotanews.com || Dumai – Perhelatan Pilkada serentak 9 Desember 2015 telah usai. Kedati Komosi Pemilihan Umum (KPU) belum Menentukan siapa Pemenang Pilkada Kota Dumai dari Lima Pasang Calon yang telah Ikut Bertarung,Namun diantar lima pasangan calon tersebut saat ini telah meraih suara tertinggi kemengan tersebut telah terkuak dari hasil hitungan cepat (quick count) para relawan politik. Calon Walikota dumai yang telah meraih kemengan, menebar senyum penuh kegembiraan, menyambut euphoria kemenangannya dengan dada terbuka.sementara Yang telah berusaha dan berdoa dan berupaya namun belum meraih suara tertinggi hanya bisa meratap dan tersenyum kecut Dana ngeluh dapat agar di beri ketabahan dan kesabaran.

Namum dalam Dunia politik Setiap pertandingan tentu akan melahirkan pemenang, dan pasti ada yang menyandang predikat kalah. Inilah dunia politik, dunia demokrasi. Apapun hasilnya, itulah kenyataan yang harus kita terima. Kita tak perlu bicara kecurangan. Siapapun pemenangnya, “Mereka adalah putra-putri terbaik kota dumai ini”. Itulah kalimat pamungkas yang disematkan orang-orang yang memperoleh keuntungan. Kebenaran akan kalah ketika sedikit pengikutnya. Kezaliman akan menang ketika banyak pengikutnya. Sebab kita sedang berada di dunia yang bernama “Demokrasi”.

Bukan saatnya kita bicara etika dan pendidikan politik. Bukan jamannya kita bicara halal-haram politik uang. Bukan dunianya kita harus mematuhi aturan. Namun itulah pertarungan Siap Menang dan siap Kalah.

Bagi sebagian politisi, Pilkada dipandang momen untuk bermanifestasi memperoleh kekuasaan. Bagi sebagian masyarakat pun, Pilkada hanya dipandang suatu kesempatan untuk meraup keuntungan. Meskipun itu hanya sesaat. Sebab bagi masyarakat, di musim Pilkada lah mereka bisa mencicipi uang calon Pemimpin mereka. Selepas itu mereka pergi dengan mengubur janji semoga Hal ini juga tidak terjadi Terhadap Calon Pemimpin Kota dumai.

Kita tidak menampik bahwa mesin politik itu perlu uang. Media kampanye, tim sukses, saksi dan mobilisasi politik lainnya, semua butuh uang. Namun bukan berarti uang adalah segalanya. Sehingga segala sesuatu harus diukur dengan uang. Suara pun harus dibeli dengan iming-iming uang atau barang dan Hal apa saja dapat di Mampaatkan,yang penting aman Bulan itu.!

Tak bisa ditampik, bahwa sistem itu diciptakan oleh penguasa, baik pemerintah, politisi maupun pengusaha yang memiliki kepentingan didalamnya. Sehingga terbentuk seperti budaya. Bak peraturan yang mengikat kendati tidak tertulis.

Apapun budaya politik yang terjadi hari ini, itu tidak terlepas dari Jati diri seseorang Yang menghalalkan segela cara Sehingga, laksana budaya di dalam lingkungan masyarakat. Kondisi ini memunculkan pendapat baru dalam masyarakat, ‘Jangan mencalon jika tak punya uang’. Uang dianggap penentu segalanya.

Politik uang. Antara calon dan masyarakat, seperti dua sisi mata uang. Mereka saling melengkapi. Calon menciptakan sistem, masyarakat (pemilih) mengembangkannya. Sangat sulit merubah prilaku ini. Andaikan ada calon yang ingin bermain santun dan bersih tanpa diiming-iming materi/uang, konsekuensinya harus siap menerima cemoohan dan kegagalan.Namun hari ini kita juga melihat Tak selamanya uang berakhir manis.

Ada beberapa tipe calon dalam konteks kekinian. Analisa ini dapat kita simpulkan dari prilaku calon dalam menarik impati dan simpati massa atau pendukungnya. Mulai dari melakukan hal-hal yang wajar hingga hal-hal yang tidak wajar.

Pendekatan Curang dan Intens (Pencuri), ialah model pendekatan calon dengan cara menghujat atau menjelekan calon lain. Melakukan manover-manover negatif terhadap lawan politik. Menjalankan menejemen konflik kepada setiap rival yang dianggap memiliki pengaruh. Cara ini intens ia lakukan agar terbentuk opini, bahwa Pesaing (rivalnya) dipandang negatif di mata publik.

Pendekatan ini bisa berhasil, jika yang disampaikan merupakan fakta. Namun tak jarang ini menjadi boomerang buat dirinya sendiri. Sehingga bukan hasil yang ia dapatkan, sebaliknya cacian yang ia tuai.

Cacian atau hujatan tidak akan menciptakan keberpihakan publik, sebaliknya akan menorehkan duka buat keberhasilan kita. Menyampaikan dan mengungkapkan fakta saja harus dengan etika. Jika tidak, maka kita akan menuai celaka.

Cara terbaik dan bermartabat ialah dengan menjual program. Apa visi, misi yang ingin kita bangun, itu yang harus kita sampaikan. Sehingga masyarakat memahami niat dan tujuan yang melatarbelakangi, mengapa kita mencalonkan diri. Berjanji boleh saja, asal terukur – dapat diwujudkan ketika duduk di Kursi Nomer satu Di kota dumai Ini Terlepas terpilih atau tidak, setidaknya kita telah melakukan hal mulia. Memberikan pendidikan politik kepada masyarakat.

Nah MengapaUang..? menjadi tolak ukur keberhasilan calon. Tanpa uang, calon tak bisa berbuat apa-apa. Sebab, si calon tidak memiliki refutasi, kridibilitas dan intergritas yang baik. Alih-alih mau menang di Pilkada kepedulian sosialnya saja tidak nampak di masyarakat. Jika tidak ditopang dengan uang, sulit baginya memperoleh kemenangan. Tambah lagi tipe pemilih saat i Jadi, bak gayung bersambut.

Pilkada serentak 9 Desember 2015 Khusnya kota dumai Secara Kasat mata sudah mulai nampak dan menuai hasil sang jawara atau pemenangnya.

Sebelum Hari pungutan suara, bayangkan terdengar riak riuh si sana sini sehingga suara sumbang sering terdengar di masyarakat bahwa A, B ,C,D dan E tidak baik. Selema ini, apa yang telah mereka perbuat. Apa hasil kerja mereka untuk masyarakat.

Seyogyanya Masyarakat Kota Dumai tergolong baik Cerdas Dan Membutuhkan Kehidupan,Kesehtan,Pendidikan serta lapangan Pekerjaan yang layak. Impian masyarakat adalah membangun peradaban baru sesuai tuntunan. Membangun paradigma (kerangka berpikir) masyarakat yang baik dan madani.

Santun, Taat dan Ikhlas (Santai) adalah landasan prinsip perjuangannya. Calon tipe ini yang di inginkan Masyrakat yang mempunyai rasa malu ketika dia berprilaku tidak sesuai dengan etika dan melanggar norma hukum.

Namun tak terasa juga bagi mereka Langit gelapTanda akan hujan,suarabdi pungut untuk mencari pemenang hal menjadi Perbedaan menghiasi pelita kehidupan.
Namun rasa syukur terkadang menghilang do hiasan dengan rasa kegembiraan,Biarkan saja keluh kesah itu berkoar Terhimpit lingkaran yang menghadang Kalau kalah memang tak enak
Namum Kalau pun menang tak selalu bahagia.(Pak usu)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *